Jhon LBF Law Firm, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa denda damai tidak dapat diterapkan untuk menyelesaikan tindak pidana korupsi (tipikor).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, yang dihubungi di Jakarta pada Jumat, menjelaskan bahwa penerapan denda damai diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa Jaksa Agung memiliki tugas dan kewenangan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Harli, berdasarkan ketentuan tersebut, denda damai hanya dapat diterapkan pada tindak pidana yang termasuk dalam kategori tindak pidana ekonomi yang merugikan perekonomian negara, seperti tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai. Sedangkan untuk penyelesaian tindak pidana korupsi, mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Secara teknis yuridis, tipikor tidak termasuk dalam kategori yang dapat diterapkan denda damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi,” ujarnya.
Harli juga menegaskan bahwa penghentian perkara di luar pengadilan melalui denda damai hanya dapat dilakukan untuk perkara-perkara yang telah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyebutkan bahwa selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, juga dapat diberikan melalui mekanisme denda damai.
Dia menjelaskan bahwa kewenangan untuk melakukan denda damai dimiliki oleh Kejaksagung karena Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
“Tanpa melalui Presiden pun, pengampunan kepada koruptor memungkinkan dilakukan karena UU Kejaksaan yang baru memberikan ruang bagi Jaksa Agung untuk melaksanakan denda damai dalam perkara-perkara seperti itu,” kata Supratman.
Supratman juga menambahkan bahwa implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari Undang-Undang tentang Kejaksaan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat bahwa peraturan turunan tersebut akan berupa Peraturan Jaksa Agung.
Namun, ia menegaskan bahwa meskipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan bagi koruptor, Presiden Prabowo Subianto tetap bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku yang menyebabkan kerugian negara.
Sumber : antaranews.com