Jhon LBF Law Firm, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, meminta agar George Sagama Halim, anak pemilik toko roti yang menjadi tersangka penganiayaan terhadap karyawati, tidak lolos dari jerat hukum dengan alasan gangguan kejiwaan.
“Yang terpenting adalah memastikan status kejiwaan tersangka ini. Jangan sampai ada upaya untuk membebaskan tersangka dengan alasan gangguan mental,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (17/12/2024).
Menurut Habiburokhman, tersangka masih mampu beraktivitas dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
“Artinya, dia dapat bertanggung jawab secara hukum dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga selesai.
“Kami akan terus mengawal prosesnya. Bahkan, tim sekretariat akan hadir dalam persidangan untuk memantau jalannya persidangan ini. Selain itu, kami juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Jakarta Timur untuk memastikan pelaku mendapatkan tuntutan yang berat. Mengingat peristiwa ini terjadi berulang kali, kami berharap keadilan dapat ditegakkan,” tambahnya.
“Kami juga menjamin bahwa Mbak Ayu tidak akan mengalami gangguan apa pun. Sebelumnya, sempat muncul pihak-pihak yang, seolah-olah, mengatasnamakan pengacara dari Polda dan lain sebagainya,” ungkap Habiburokhman.
Sebelumnya, seorang karyawati yang menjadi korban penganiayaan oleh anak pemilik toko roti di Cakung, Jakarta Timur, membeberkan kronologi perlakuan tidak menyenangkan yang ia alami saat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen pada Selasa (17/12/2024).
Korban, yang bernama Dwi Ayu Darmawati (DAD), mengungkapkan bahwa dirinya berkali-kali menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh George Sagama Halim (GSH), anak pemilik toko roti tersebut.
Awalnya, korban dipersilakan oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, untuk menyampaikan kronologi kasus yang ia alami. Korban menjelaskan bahwa kejadian yang viral di media sosial itu terjadi pada 17 Oktober pukul 21.00 WIB.
“Pelaku masuk dari luar, duduk di sofa, lalu memesan makanan melalui GoFood. Setelah abang GoFood-nya datang, dia menyuruh saya untuk mengantarkan makanannya ke kamar pribadinya. Saya menolak karena itu bukan tugas saya, dan akhirnya saya menolaknya,” cerita Dwi.
“Ketika saya menolak berkali-kali, dia mulai melempar saya dengan sepatu, kemudian bangku, dan bahkan mesin EDC BCA. Setelah itu, saya ditarik oleh ayah pelaku,” lanjutnya.
Dwi mengatakan, penganiayaan sempat dilerai dan akhirnya dia bisa keluar dari toko, namun HP dan tasnya tertinggal. Ia pun kembali masuk ke dalam toko.
Namun, pelaku kembali melakukan penganiayaan dengan melempar kursi.
“Saya akhirnya kabur ke belakang, ke tempat banyak oven. Di situ saya tidak bisa ke mana-mana, dan pelaku melempar saya lagi dengan barang-barang, sampai akhirnya saya dilempari dengan loyang kue hingga kepala saya berdarah,” ungkapnya.
Dwi mengungkapkan bahwa kejadian tersebut juga pernah terjadi pada September 2024. Selain penganiayaan fisik, pelaku juga melakukan kekerasan verbal dan mengaku kebal terhadap hukum.
“Sebelum kejadian ini, pelaku pernah menghina saya, mengatakan saya miskin dan babu. Dia juga sempat berkata, ‘Orang miskin seperti kamu tidak bisa masukkan saya ke penjara, saya kebal hukum.’ Saat itu, saya berniat untuk resign, namun ditahan oleh adiknya,” lanjut Dwi.
“Saya juga dilempar dengan tempat solasi, namun hanya mengenai kaki saya. Kemudian, dia juga melempar saya dengan meja, tapi tidak mengenai saya,” tambahnya.
Atas kejadian tersebut, Dwi melapor ke Polsek Rawamangun dan dirujuk ke Polsek Cakung. Namun, kedua Polsek tersebut tidak dapat menerima laporan, dan akhirnya Dwi melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakarta Timur.
Sumber : suara.com