Pendahuluan
Perizinan merupakan fondasi penting dalam kegiatan usaha. Melalui izin, negara memberikan legitimasi kepada pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan ekonomi sesuai ketentuan hukum. Dalam beberapa tahun terakhir, sistem perizinan di Indonesia mengalami perubahan mendasar melalui penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR).
PBBR hadir sebagai upaya pemerintah menyederhanakan prosedur birokrasi, memperkuat kepastian hukum, serta meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan usaha di berbagai sektor. Dengan pendekatan berbasis risiko, pemerintah menyesuaikan kewajiban perizinan dengan tingkat potensi bahaya dan dampak yang mungkin timbul dari suatu kegiatan usaha.
Dasar Hukum dan Tujuan Penerapan PBBR
Sistem PBBR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Cipta Kerja (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022).
Menurut ketentuan tersebut, perizinan berusaha berbasis risiko adalah perizinan yang diberikan berdasarkan hasil analisis risiko dari setiap kegiatan usaha. Risiko diartikan sebagai potensi terjadinya cedera atau kerugian akibat suatu bahaya, dikombinasikan dengan kemungkinan dan dampak yang ditimbulkan.
Tujuan utama sistem ini antara lain:
- Meningkatkan iklim investasi dan kepastian hukum di Indonesia.
- Mewujudkan tata kelola perizinan yang efisien, transparan, dan akuntabel.
- Menjamin keamanan, keselamatan, serta kelestarian lingkungan dalam kegiatan usaha.
- Menyederhanakan proses administrasi agar lebih mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala.
Dengan kata lain, perizinan kini tidak lagi bersifat seragam untuk semua jenis usaha, melainkan proporsional terhadap tingkat risiko kegiatan usaha masing-masing.
Ruang Lingkup Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko
Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2025 menetapkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan PBBR mencakup:
- Persyaratan dasar kegiatan usaha, seperti kesesuaian pemanfaatan ruang (KPPR), persetujuan lingkungan (PL), dan persetujuan bangunan gedung (PBG).
- Perizinan berusaha utama (PB) dan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha (PB UMKU).
- Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah.
- Layanan perizinan secara elektronik yang terintegrasi antar lembaga pemerintah.
- Pengawasan, evaluasi, dan reformasi kebijakan untuk memastikan perizinan berjalan efektif.
- Pendanaan, penyelesaian hambatan, dan penerapan sanksi administratif atas pelanggaran perizinan.
Pendekatan ini memastikan bahwa setiap tahapan perizinan dilakukan secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Kewajiban Pelaku Usaha dalam Sistem PBBR
Setiap pelaku usaha wajib memperoleh Perizinan Berusaha (PB) sebelum memulai atau menjalankan kegiatan usahanya. PB baru dapat diterbitkan setelah pelaku usaha memenuhi persyaratan dasar, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Bagi kegiatan usaha tertentu, PB juga harus dilengkapi dengan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU). Contohnya adalah sektor energi, kesehatan, dan industri pangan, yang memerlukan izin tambahan untuk mendukung kelancaran operasional.
Seluruh proses perizinan dilakukan secara elektronik, di mana sistem pemerintahan terhubung antar instansi untuk memastikan validasi data dan efisiensi penerbitan izin.
Sektor yang Termasuk dalam Penyelenggaraan PBBR
Regulasi ini mencakup berbagai sektor kegiatan ekonomi yang luas, di antaranya:
- Kelautan dan perikanan
- Pertanian dan kehutanan
- Energi dan sumber daya mineral
- Perindustrian, perdagangan, dan metrologi legal
- Pekerjaan umum dan perumahan rakyat
- Transportasi dan logistik
- Kesehatan, obat, dan makanan
- Pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata
- Keagamaan, pertahanan, dan keamanan
- Ekonomi kreatif, koperasi, ketenagakerjaan, serta lingkungan hidup
Setiap sektor memiliki ketentuan tersendiri mengenai standar kegiatan usaha, kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), skala usaha, serta persyaratan izin yang harus dipenuhi.
Analisis Risiko dan Penetapan Skala Usaha
Inti dari sistem PBBR terletak pada analisis risiko. Pemerintah melakukan analisis melalui beberapa tahapan berikut:
- Identifikasi kegiatan usaha berdasarkan kode KBLI.
- Penetapan skala usaha (mikro, kecil, menengah, atau besar).
- Penilaian tingkat bahaya terhadap aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya.
- Penilaian potensi terjadinya bahaya, dengan kategori kemungkinan kecil, sedang, hingga hampir pasti terjadi.
Hasil analisis ini menghasilkan penetapan tingkat risiko, yang menjadi dasar penentuan jenis perizinan yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha.
Empat Kategori Tingkat Risiko Perizinan
1. Risiko Rendah
Kegiatan usaha dengan potensi bahaya minimal.
Izin yang dibutuhkan: hanya Nomor Induk Berusaha (NIB).
Contoh: perdagangan eceran, jasa digital, atau kegiatan usaha rumah tangga berskala kecil.
2. Risiko Menengah Rendah
Kegiatan dengan risiko sedang yang masih dapat dikendalikan oleh pelaku usaha.
Izin yang dibutuhkan: NIB dan Sertifikat Standar (dinyatakan secara mandiri).
Contoh: usaha katering kecil, laundry komersial, atau produksi makanan ringan.
3. Risiko Menengah Tinggi
Kegiatan yang memerlukan verifikasi pemenuhan standar tertentu.
Izin yang dibutuhkan: NIB dan Sertifikat Standar Terverifikasi.
Contoh: industri makanan olahan, pabrik kosmetik, atau usaha produksi obat herbal.
4. Risiko Tinggi
Kegiatan dengan potensi dampak besar terhadap masyarakat dan lingkungan.
Izin yang dibutuhkan: NIB dan Izin Berusaha dari instansi berwenang.
Contoh: industri kimia, rumah sakit, pembangkit listrik, dan pertambangan.
Klasifikasi ini memberikan kejelasan hukum dan menghindarkan pelaku usaha dari beban administratif yang tidak relevan dengan skala kegiatan usahanya.
Manfaat PBBR bagi Pelaku Usaha
Reformasi sistem perizinan ini membawa sejumlah manfaat nyata bagi dunia usaha, di antaranya:
- Proses perizinan yang lebih cepat dan efisien.
- Kepastian hukum yang lebih tinggi karena seluruh izin didasarkan pada regulasi yang terukur.
- Transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan usaha.
- Peningkatan daya saing nasional, terutama bagi sektor industri dan investasi asing.
- Kemudahan bagi UMKM, karena kegiatan dengan risiko rendah kini cukup memiliki NIB tanpa izin tambahan.
Dengan demikian, sistem ini bukan hanya memudahkan pelaku usaha, tetapi juga memperkuat fondasi hukum dan pengawasan di sektor ekonomi.
Kesimpulan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan wujud nyata dari reformasi hukum administrasi di Indonesia. Sistem ini menegaskan bahwa izin usaha harus proporsional terhadap risiko kegiatan, bukan sekadar prosedur formalitas.
Bagi pelaku usaha yang masih menghadapi kendala dalam memahami regulasi perizinan atau membutuhkan pendampingan hukum dalam pengurusan izin, JhonLBF Law Firm siap memberikan bantuan profesional.
Kami menyediakan layanan konsultasi hukum bisnis, pendirian badan usaha, legal compliance, dan pendampingan perizinan komprehensif agar bisnis Anda berjalan dengan aman dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Hubungi kami hari ini untuk memastikan legalitas usaha Anda sepenuhnya terlindungi oleh hukum.


